Matahari
pagi sudah menyumbul dari ufuk timur. Cahayanya masuk melalui celah-celah
jendela yang ada dikamarku. Mataku masih setengah terpejam, aku masih tertidur
dan berusaha untuk mengumpulkan nyawa dalam keadaan setengah sadar.
“Justin,
come on wake up, you almost late!” teriakan dari bawah itu membuatku mengerang.
Dan dengan langkah gontai, aku akhirnya berhasil menuju kamaar mandi.
Setelah selesai mandi, aku
mengganti pakaianku dengan celana jeans dan hoodie berwarna abu-abu. Aku berjalan
menuju jendela kamarku, membukanya agar udara segar masuk. Benar saja, udara
segar itu langsung menelusuk masuk dalam hidungku dan langsung menjalar kedalam
kamar. Terlihat di sebrang sana, seorang gadis sedang melambaikan tangannya
padaku kemudian ia bertanya ‘sudah siap?’ dan aku memberinya isyarat untuk
sarapan lebih dulu. Ia mengangguk kemudian pergi. Dengan segera, setelah
selesai memakai sneakers ku, aku langsung menuju ruang makan dan mengambil
sepotong roti dengan selai favoritku, selai coklat.
“Mom, aku berangkat ya” pamitku
pada mom lalu mencium kilat pipinya.
“hati-hati Justin” teriaknya hingga
terdengar ke halaman rumah. Aku mengambil sepedaku di garasi. Di depan halaman
rumah, gadis tadi sudah menunggu dengan senyumannya yang khas. Aku menghampirinya
dengan sepedaku.
“kau sudah sarapan? Sudah siap?”
tanyaku sambil melahap potongan roti terakhirku. Ia mengangguk sambil
tersenyum. Dan tanpa kusadari, ia mendahuluiku dengan sepedanya.
“heey!! Sadie! Tunggu aku!!”
teriakku kemudian dengan cepat mengejarnya.
“kejar aku kalau bisa!” balasnya
berteriak diiringi tawanya.
Ya,
namanya Sadie Gonzalez. Gadis berambut blonde-strawberry dengan mata hitam
legam indahnya, hidungnya mancung ala orang Spanish, karena memang ia blasteran
Amerika-Spanyol, bibirnya mungil. Selalu menyunggingkan senyuman cantik yang
setiap hari selalu kurindukan. Kami bersahabat sejak tujuh tahun lalu. Tahun
pertama kami di mid-school, waktu itu aku anak pindahan dari Kanada. Aku pindah
tepat disamping rumahnya, kamar kami bahkan bersebrangan. Jadi kami kebiasaan
untuk mengobrol melalui jendela kamar.
Dan perlahan aku mulai merasakan
perasaan yang mengganjal semenjak itu. Semenjak lima tahun lalu. Perasaan
dilema dan bimbang mulai menggerayungiku. Setelah dua tahun kami bersahabat.
Waktu itu sedang musim dingin, aku mengajak Sadie untuk bermain ice skating di
arena danau yang membeku dan licin tentunya, Sadie menyetujuinya jadi kami
bermain pada sore harinya, entah aku yang tidak tahu atau kenapa, Sadie
terpeleset dan langsung jatuh. Keadaannya lumayan parah waktu itu. Tubuhnya
menggigil, giginya gemeretak, bibirnya mulai membiru. Dengan susah payah aku
menggendongnya tapi menuju rumahku, biar momku dulu yang mengobatinya.
Mom menidurkannya di ranjang kamar tamu, sementara ia mengambil
kompresan, aku menjaganya. Perasaan panik menggerayungiku saat itu, aku
benar-benar ketakutan setengah mati ia kenapa-kenapa. Pertama aku takut
kehilangan dia, kedua ini salahku mengajaknya untuk balapan.
“tak apa Justin, dia baik-baik saja, memang kau akan menjadi
sangat khawatir pada seseorang yang kau cintai” katanya. Ada yang mengganjal
saat itu, kalimat terakhirnya membuatku bimbang atas apa yang aku rasakan saat
itu. Setelah kusadari, ini lebih dari rasa sayang biasa, ini lebih dari rasa
seorang sahabat.
Sampai saat
ini aku dan Sadie belum pernah mempunyai kekasih, kami sama-sama menikmati
status single dengan status persahabatan kami. Disatu sisi aku senang, dengan
begitu aku selalu bisa menghabiskan waktuku dengannya, tapi disatu sisi justru
aku takut, kesannya ini semua memberiku harapan kosong.
“Just, siang ini aku kerumahmu ya, orang tuaku bakal tak ada
dirumah” katanya mengagetkanku, bahkan hanya ucapan seperti ini mampu membuat
jantungku berdegup lebih kencang. “kenapa melihatku seperti itu? Aku tahu aku
cantik Just?” damn, she realized that i’m looking at her. Kalimatnya diakhiri
dengan tawa, tawa yang selalu mampu membuatku tersenyum. Ya, dia memang cantik.
Aku tak bisa berkata apapun dan tak tahu harus berkata apa.
“yes, i know right” aku menambahkannya dengan tawa canggung.
The sun comes up on another morning
My mind never wakes up without you on it
And it's crazy to me, I even see you in my dreams
Is this
meant to be? Could this be happening to me?
Kutulis
kata-kata itu dalam selembar kertas, awalnya aku akan melanjutkannya tapi
kulipat kertas itu dan mengantongi pulpenku saat Sadie masuk menghampiriku di
ruang makan. Kami memang sudah terbiasa menganggap rumah satu sama lain seperti
rumah sendiri.
“hey Justin, hey tante” sapanya saat ia masuk kedalam ruang
makan. Kami berdua membalasnya dengan senyuman.
“Sadie, silahkan duduk. Kita makan siang bersama” ucap mom
yang memang sedang menyiapkan lunch untuk kami, daging panggang dengan saus
kacang.
“aah wangi sekali tante, kelihatannya enak” Sadie
mengenduskan hidungnya menghirup wangi daging yang dilumuri saus saat mom
membawa dagingnya ke meja makan. Ekspresinya terlihat begitu senang saat
menyambut makan-_-
“nah ayo makan” kata mom sambil duduk, lalu menyiapkan piring
makan untuk Sadie, ia memang sejak dulu ingin anak perempuan, jadi beruntunglah
aku bisa dekat dengannya.
Kami makan
sepuasnya hingga habis, Sadie makan dengan lahap, aku juga. Dan dia terlihat
sangat cantik saat saus menetes dari dagunya, bahkan aku hampir tersedak. Kami
semua selesai makan, mom mengajak kami untuk menonton film yang bergenre
romantic, aku tak terlalu suka tapi ya, aku ikut saja. Kuakui adegan-adegan
dalam film itu memang romantis, apalagi lelakinya yang selalu berlaku romantis,
tapi aku bisa lebih dari itu. Berkali-kali Sadie dan mom ber-aw-ria saat
melihat keromantisan lelaki itu.
“Hmmh... kapan ya aku punya pacar romantis seperti itu” Sadie
berakting sedih seperti meratapi nasibnya, bukan berakting tapi kurasa itu
memang ekspresi nyatanya.
“siapa yang tak mau dengan gadis cantik sepertimu Sadie?” mom
menggodanya, membuat ia tertawa kecil sementara aku memutar bola mataku.
“tunggu sampai aku menyatakan cintaku” ucapku asal.
Kelepasan!!!!
“haha Justin kau lucu, eh aku pulang tante, sepertinya mom
sudah datang, terimakasih, bye Justin” pamitnya sambil menjulurkan lidahnya,
aku suka melihat ekspresi cerianya. Akan indah jika kami tetap bersahabat, tapi
aku tak bisa terus menerus memendam rasaku.
“kapan kau akan menyatakannya?” giliran mom menggodaku, ya
kurasa dia memang sudah tahu apa yang kurasakan. “i don’t know” jawabku sambil
berlalu menuju kamar. Kuambil kertas dan pulpen tadi yang kukantongi.
We were best of friends since we were this high
So why do I get nervous every time you walk by
We would be on the phone all day
Now I can't find the words to say to you
Now what I'm supposed to do
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Aku rasa wajar anak seumuran kami
merasakan yang namanya jatuh cinta, ya itu sangat wajar malah. Sekarang tinggal
mencari timing dan keberanianku untuk menyatakan rasa itu padanya. Aku berjalan
menuju jendela kamar, kulihat ia juga sedang duduk disana meghadap keluar,
Sadie melambaikan tangan padaku lalu aku membalasnya.
Langkahku
menuntunku menuju cermin, aku berdiri mematung disana. Sekarang bagaimana
mempraktikkannya? ‘Hey Sadie, kau cantik, kau tahu aku menyimpan perasaan
padamu sejak lima tahun lalu, maukah menjadi pacarku?’ konyol! Okay, let’s
trying!
‘Hey Sadie, aku tahu ini terdengar gila, tapi aku mau
menyatakan yang sebenarnya, jadi sebenarnya aku memiliki rasa yang berbeda sejak
lima tahun lalu, sejak kejadian ice skating itu, aku rasa perasaanku sudah
melebihi dari rasa seorang sahabat. Aku mencintaimu, okay tunggu! Aku tak mau
merusak persahabatan kita, aku tak butuh jawaban’ well done, it was great!
Sayangnya ak tahu aku akan gugup dihadapannya.
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Should I tell her, how I really feel
Or should I moving closer just be still
How would I know?
Cause if I take a chance, and I touch her hand
Will everything change?
How do I know, if she feels the same?
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Catching
feelings, catching feelings....
Okay Justin kapan kau akan
mengatakan padanyaaa? Aku mengambil
sebuah buku besar mungkin ukuran A4, kutuliskan sebuah kalimat diatas kertas
putih itu “MEET ME IN THE POURING SNOW TOMORROW!” yang kutahu besok sabtu dan
ramalannya besok akan ada hujan salju. Aku berjalan menuju jendela, Sadie masih
disana memandangi setiap salju yang menjadi gundukan. Aku melambaikan tanganku
dulu, barulah Sadie melihatku lalu ku tunjukkan kertas tadi, awalnya ia
menaikkan alisnya pertanda ia kebingungan, namun tak lama ia mengangguk
menyetujuinya.
Okay jadi
malam ini aku bermain gitar sepuasnya, berusaha menghilangkan rasa nervous ku
sepenuhnya, yang memenuhi pikiranku saat ini adalah Sadie Sadie dan Sadie.
Well
malamnya aku insomnia, aku hanya bisa tidur tiga jam semalam dan sekarang aku
sudah bersiap menyambut hujan salju. Setelah selesai mandi aku mengenakan
tshirt berwarna abu yang dilapisi mantel tebal bertopi, juga dengan jeans
favoritku. Tepat saat hujan salju, aku melihat Sadie berdiri didalam kamarnya,
menghadapku, menanyakan ‘apakah harus sekarang?’ dan aku mengangguk.
Aku
langsung turun dengan membawa gitarku.
“Mom wish
me luck!” aku teriak saat menuju pintu depan, kuyakin ekspresinya kaget
bercampur senang dan bangga-_-
Kulihat Sadie sudah berdiri di
perbatasan rumah kami, ia mengenakan mantel tebal berbulu, skinny jeans, boot,
syal dan sarung tangan bertemakan santa claus, hadiah ulang tahunnya dariku
tiga tahun lalu.
“Justin what will you doing?” tanyanya dengan ekspresi
kebingungan, salju mulai turun, daripada tambah deras jadi kupikir aku harus
memulainya sekarang, dengan hati berdegup kencang.
The sun comes up on another morning
My mind never wakes up without you on it
And it's crazy to me, I even see you in my dreams
Is this meant to be? Could this be happening to me?
We were best of friends since we were this high
So why do I get nervous every time you walk by
We would be on the phone all day
Now I can't find the words to say to you
Now what I'm supposed to do
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
In my head we're already together
I'm cool alone, but with you I'm better
I just wanna see you smile
You say the word and I'll be right there
I ain't never going nowhere
I'm just trying to see where this can take us
Cause everything about you girl is so contagious
I think I finally got it done
Now it's left to do now, lets get out the mirror
And say it to her
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Should I tell her, how I really feel
Or should I moving closer just be still
How would I know?
Cause if I take a chance, and I touch her hand
Will everything change?
How do I know, if she feels the same?
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Catching feelings, catching feelings....
Sadie memasang ekspresi bingungnya
saat aku mengakhiri lagu, aku tahu dia kebingungan atas isi lagu yang
kusampaikan tadi.
“Sadie, i
know this sounds crazy, but i want you to know that i love you! I’ve been
loving you since five years ago! It’s up to you if you wanna answer it or no! I
love you Sadie!” aku setengah berteriak mencoba menerobos kencangnya angin.
Dari ekspresi wajahnya aku tahu Sadie benar-benar tak menyangka atas semua ini.
Mungkin setelah semua ini dia akan menjauh dariku atau apalah. Daripada berdiam
disini –karena kupikir semuanya sudah selesai- jadi aku berjalan kembali menuju
rumah, awalnya ia hanya diam tapi akhirnya Sadie menarik tanganku membuatku
terbalik. Hal yang tak kuduga, Sadie langsung memelukku.
“now i know
the reason why did i don’t have a boyfriend. That’s because of you! I just
realized that you are the one in my mind and you are the one who makes me
smile. I love you too” ucapan yang benar-benar tak kuduga itu keluar dari mulut
Sadie, tanpa basa-basi aku langsung balas memeluknya. Akhirnya penantianku
berbuah sempurna. I love you Sadie!
No comments:
Post a Comment