Thursday, November 8, 2012

Moving On

some people think and they said it is easy to through the pain you have. but it's not as easy as they said. it's not about only how to letting him/her go but it's also how to not to come back to the past. the things that keep reminds you of the past is all those memories you've had. for the boy usually, this way is too much easy and i have no idea why, but for the girl especially who had been hurted, this is too hard to do. don't try too hard but don't ever look back too. here are some tips from me to moving on from your crush or the pain.
1. try to be opened. with this way, you might be meet and come closer with some girl/boy, so you can forget your crush at least for a while.
2. don't ever look back. you've lost something that not even yours, so keep thinking that you'll be have the god future and the good tomorrow.
3. keep yourself busy. you might be have some positive activities such as do a sports, music or anything else, even just to hanging out with your friends you can forget your crush.
4. don't stay up at night. stay up at night might be suddenly remind you of your crush so be careful if you're going to up at night, don't ever thinking over about your crush.
5. forget the memories. maybe this is the hardest thing to do. forget those memories is not as easy as they said. this means you have to not to going to the place that reminds you of your crush, or somewhere or do something reminds you of them. just no.
6. make it comfort. make the comfort situation whenever you at. in this part, you have to be comfortable with new friends that can keep you come closer.
7. think about his bad habits. yeah, with this way you have to think that he has a bad habit that maybe can hurt you. such as if he's too cold or something like he's like to fart and you gets irritated.

well this is too short but seriously, don't try too hard but don't look at back. this thing might be help you but i know this is still far away from the perfectness, lol. thanks

Facts and Myths about acne

ACNE MYTHS:

1)      Acne is caused by certain foods you eat.  This is a myth. Food does not cause acne. Scientists have been unable to find a substantial connection between diet and acne.

2)      Sun exposure can help clear up acne.   This is a myth. Small amounts of sun exposure can initially improve acne, but continuous exposure to the sun will actually clog up pores even more, producing blackheads, white heads, and small pimples. So be sure to always use sunscreen – and find a non-comedogenic (non-pore-clogging) product if you are prone to getting acne. 

3)      Since acne is not a serious health threat, there is really no reason to treat it.                                                                                                                          This is a myth. Acne can significantly affect the way people feel about themselves, which can cause low self-esteem and even depression. 

4)      The more you wash your face each day, the greater chance you have that your acne will clear up quickly.    This is a myth. It is recommended that acne-prone skin be washed only 2 times per day to remove any excess oil and dead skin cells. Too much washing can irritate the skin and make matters worse. So wash twice a day, using a gentle cleanser that is oil-free and water-based. 

5)      Excessively drying out the skin is the best way to prevent acne outbreaks.  This is a myth. You do not want your skin to be too dried out because skin can start to peel and dead skin can build up, causing pores to clog. Excessive oil can contribute to acne, but it is important that your skin has a certain amount of moisture. That said, an important part of your skin regimen is using a moisturizer that is non-comedogenic on a daily basis. 


FACTS ABOUT ACNE:

1)      It is not a good idea to pick or squeeze pimples and blemishes.  This is a fact. Picking or squeezing can cause infection and scarring. Most acne will clear up on its own with having to resort to this. And if it doesn’t, then see your doctor or dermatologist rather than resorting to pimple popping. 

2)      Removing your make-up before going to bed and avoiding wearing any kinds of heavy make-up can help prevent acne from flaring up.   This is a fact. Powder cosmetics are recommended over cream products because they are less irritating to the skin. And going to sleep with make-up on can clog your pores. In addition, be sure to throw out old make-up and watch any make-up brushes and applicators regularly with soapy water to help keep your skin clear. 

3)      Being aware of what touches your skin is important in preventing acne from flaring up.   This is a fact. Keep your hair clean and off your face. Avoid resting your hands or objects such as telephone receivers on your face. And remember that tight-fitting clothes and hats can contribute to acne, especially if you wear these items during workouts or activities where you will be sweating. 

4)      It is important to shower as soon as possible after exercising or doing strenuous work to help keep acne in control.   This is a fact. Oil and sweat on your skin can trap dirt and bacteria, which can then lead to acne flare-ups.

5)      There is no cure for acne.   This is a fact. There are various kinds of treatments that can help to prevent and control acne, but there is no cure. What this means is that if you are prone to acne, you will need to keep up a treatment regimen that will help to keep your skin clear even once your acne is visibly reduced. This may include using products with benzoyl peroxide or salicylic acid as the active ingredients, or in some severe cases taking oral prescription medications.

hope this can help you :)
source: http://www.teenhealthfx.com/

Sunday, November 4, 2012

Pedagang Asongan Itu Seorang Guru


Aku berjalan cepat menyusuri trotoar berjalan bersampingan dengan Dita-sahabat karibku- melangkah menuju halte bis. Hari sudah mulai sore dan kami masih memakai seragam putih abuku. Kami langsung  duduk diatas bangku begitu sampai di halte. Beribu pikiran bertautan di otakku, mulai masalah rumah hingga di sekolah yang semuanya membuatku nyaris menyerah dan membenci hidup ini dan membenci semua orang. Seorang gadis kecil berpenampilan kusut berdiri dihadapanku dengan membawa kotak berisi banyak barang dagangan semacam rokok, permen dan lainnya. Gadis itu pedagang asongan.
“Kak, beli minumnya kak?” katanya sambil menawariku dan Dita sebotol minuman.
“Gak de, makasih” kataku singkat, terkesan sedikit jutek. Dita menoleh kearahku dengan wajah memelasnya.
“Minumnya kak? Atau permennya?” katanya lagi
“Key, belilah kasian dia” kata Dita memohon.
“Gak ah Dit gue gak haus, lagian bisnya udah datang tuh” kataku menunjuk bis yang menghampiri kami, aku langsung menarik Dita masuk kedalam bis yang sesak dengan penumpang.
Aku menghela nafas beratku ketika kami duduk di kursi, mungkin ini hari keberuntungan, biasanya kami tak dapat tempat duduk dan akhirnya berdiri. Dita duduk disampingku, ia masih menatapku dengan tatapan melasnya. Memang Dita orangnya gak tegaan kalau melihat anak kecil seperti itu.
“Udah ah Dit, jangan kayak gitu. Palingan juga itu mah ada bosnya” kataku yang akhirnya membuat Dita mengalihkan pandangannya.
“Ah, Keyna mah jahat” katanya dengan nada merengek yang samar-samar bisa kudengar.
**
            Sepulang ekskul karya ilmiah aku langsung pulang sendirian, katanya Dita sakit demam hari ini, jadi terpaksa aku berangkat dan pulang sendiri. Pertengkaran mama dan papa semalam masih terngiang di benakku. Mengingat-ingat kejadian itu membuat sesuatu-ide yang mungkin buruk- terlintas di benakku. Tak pulang ke rumah mungkin akan membuat hal lebih baik, tapi aku tak benar-benar siap. Hal lain yang melintas adalah berhenti sekolah dan mencari kerja, buat apa sekolah, toh aku sudah pintar lagipula aku juga jago menguasai beberapa bahasa asing. Uang di tabunganku menjadi salah satu faktor yang mendukungku untuk pergi dari rumah. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat. Aku memutuskan untuk menunggu bis yang melaju ke arah Jakarta Timur, dan aku pergi ke halte bis yang berbeda dari biasanya.
Gadis kecil yang kemarin itu tiba-tiba muncul dihadapanku lagi.
 “Kakak kok pulangnya kesini?” tanyanya polos
“Iya dik” jawabku pendek.
“Loh kenapa kak? Oh ya, kakak mau beli minumnya gak?” tanyanya lagi, air mukanya menunjukkan kelelahan dan kepolosan, mungkin ia belum dapat uang hari ini.
“Dik, kamu kenapa bekerja sih? Kamu gak punyaorang tua?” selidikku. Gadis itu tersenyum manis sambil menunduk kebawah.
“Ibu sakit, Ayah sudah pergi, aku punya tiga adik, kak” jawabnya sambil tersenyum, aku bisa melihat kalau ini adalah senyum pedihnya.
“Nama kamu siapa? Umurnya berapa? Kamu gak sekolah?” tanyaku bertubi.
“Aku Mita, umurku sembilan tahun, sebenernya sih aku pengen sekolah kak” jawabnya.
“Coba kamu sini” kataku sambil menepuk-nepuk bangku kosong disampingku, seonggok rasa kasihan dan rasa ingin tahu menggerayungiku hinggaakhirnya aku memutuskan untuk mendengarkan ceritanya.
Karena aku anak tunggal, bisa dibilang aku di manja. Dulu waktu umurku sembilan tahun, aku masih bisa merengek untuk dibelikan ini itu, bahkan sampai SMA sekarang pun aku masih merengek dibelikan mobil sebagai kado ulang tahun.
“Aku kasihan sama Ibu, sama adik-adik kalau mereka gak makan” katanya pelan. “Makannya aku mending yang kerja” sambungnya mengakhiri cerita.
            Mendengar cerita Mita sampai malam begini membuatku sadar betapa kurang bersyukurnya aku. Aku masih punya orang tua yang lengkap walaupun mereka hobi sekali bertengkar tapi aku mungkin tahu bagaimana untuk mempersatukan mereka lagi. Aku tak perlu untuk bersusah payah sampai mengorbankan sekolahku hanya untuk mendapat sepeser uang. Dan betapa malunya aku disaat aku merengek meminta mobil, orang lain bahkan anak sekecil inipun masih bertahan hidup demi sesuap nasi.
 “Yaudah Mit, kakak beli minumnya nih” kataku sambil menukar uang dan botol minuman yang diberikan Mita. “Gak apa-apa, kembalinya buat kamu aja” sambungku begitu melihat Mita yang kaget saat aku memberikan selembaran uang seratus ribu rupiah.
“Ati-ati pulangnya ya, salam buat semua. Kapan-kapan kakak main ke rumah kamu ya” kataku tersenyum sambil mengusap-usap kepalanya. Mita mengangguk riang dan ia langsung berlari kecil menuju rumahnya dengan membawa uang yang sebenarnya tak seberapa.
Dari langkah-langkah kecil itu aku belajar caranya menghargai hidup dan semua yang aku punya.
**

Change

Close your eyes, take a deep breath
Feel the breeze, notice the silence
Have you ever feel as peace as this?
Do realize the peaceful had gone?
Do you ever wonder where it was gone?

Now turn around
There are no more happy birds singing in the morning
Because there are only the loud sound of the exploded bomb
There are no more beautiful day
Because there are only the smoke of the cannon
And there are only the heartless people

The heartless people
Who have been killed many innocent children
The heartless people
Who have been burnt what had been built
The heartless people
Who don't have humanity

How? How could we return the peaceful
How could we stop the tears and this useless war?
Nobody knows how
But the answer kept in your heart
If maybe the born of us could make a change

Catching Feelings


            Matahari pagi sudah menyumbul dari ufuk timur. Cahayanya masuk melalui celah-celah jendela yang ada dikamarku. Mataku masih setengah terpejam, aku masih tertidur dan berusaha untuk mengumpulkan nyawa dalam keadaan setengah sadar.
“Justin, come on wake up, you almost late!” teriakan dari bawah itu membuatku mengerang. Dan dengan langkah gontai, aku akhirnya berhasil menuju kamaar mandi.
Setelah selesai mandi, aku mengganti pakaianku dengan celana jeans dan hoodie berwarna abu-abu. Aku berjalan menuju jendela kamarku, membukanya agar udara segar masuk. Benar saja, udara segar itu langsung menelusuk masuk dalam hidungku dan langsung menjalar kedalam kamar. Terlihat di sebrang sana, seorang gadis sedang melambaikan tangannya padaku kemudian ia bertanya ‘sudah siap?’ dan aku memberinya isyarat untuk sarapan lebih dulu. Ia mengangguk kemudian pergi. Dengan segera, setelah selesai memakai sneakers ku, aku langsung menuju ruang makan dan mengambil sepotong roti dengan selai favoritku, selai coklat.
“Mom, aku berangkat ya” pamitku pada mom lalu mencium kilat pipinya.
“hati-hati Justin” teriaknya hingga terdengar ke halaman rumah. Aku mengambil sepedaku di garasi. Di depan halaman rumah, gadis tadi sudah menunggu dengan senyumannya yang khas. Aku menghampirinya dengan sepedaku.
“kau sudah sarapan? Sudah siap?” tanyaku sambil melahap potongan roti terakhirku. Ia mengangguk sambil tersenyum. Dan tanpa kusadari, ia mendahuluiku dengan sepedanya.
“heey!! Sadie! Tunggu aku!!” teriakku kemudian dengan cepat mengejarnya.
“kejar aku kalau bisa!” balasnya berteriak diiringi tawanya.
            Ya, namanya Sadie Gonzalez. Gadis berambut blonde-strawberry dengan mata hitam legam indahnya, hidungnya mancung ala orang Spanish, karena memang ia blasteran Amerika-Spanyol, bibirnya mungil. Selalu menyunggingkan senyuman cantik yang setiap hari selalu kurindukan. Kami bersahabat sejak tujuh tahun lalu. Tahun pertama kami di mid-school, waktu itu aku anak pindahan dari Kanada. Aku pindah tepat disamping rumahnya, kamar kami bahkan bersebrangan. Jadi kami kebiasaan untuk mengobrol melalui jendela kamar.
            Dan perlahan aku mulai merasakan perasaan yang mengganjal semenjak itu. Semenjak lima tahun lalu. Perasaan dilema dan bimbang mulai menggerayungiku. Setelah dua tahun kami bersahabat. Waktu itu sedang musim dingin, aku mengajak Sadie untuk bermain ice skating di arena danau yang membeku dan licin tentunya, Sadie menyetujuinya jadi kami bermain pada sore harinya, entah aku yang tidak tahu atau kenapa, Sadie terpeleset dan langsung jatuh. Keadaannya lumayan parah waktu itu. Tubuhnya menggigil, giginya gemeretak, bibirnya mulai membiru. Dengan susah payah aku menggendongnya tapi menuju rumahku, biar momku dulu yang mengobatinya.
Mom menidurkannya di ranjang kamar tamu, sementara ia mengambil kompresan, aku menjaganya. Perasaan panik menggerayungiku saat itu, aku benar-benar ketakutan setengah mati ia kenapa-kenapa. Pertama aku takut kehilangan dia, kedua ini salahku mengajaknya untuk balapan.
“tak apa Justin, dia baik-baik saja, memang kau akan menjadi sangat khawatir pada seseorang yang kau cintai” katanya. Ada yang mengganjal saat itu, kalimat terakhirnya membuatku bimbang atas apa yang aku rasakan saat itu. Setelah kusadari, ini lebih dari rasa sayang biasa, ini lebih dari rasa seorang sahabat.
            Sampai saat ini aku dan Sadie belum pernah mempunyai kekasih, kami sama-sama menikmati status single dengan status persahabatan kami. Disatu sisi aku senang, dengan begitu aku selalu bisa menghabiskan waktuku dengannya, tapi disatu sisi justru aku takut, kesannya ini semua memberiku harapan kosong.
“Just, siang ini aku kerumahmu ya, orang tuaku bakal tak ada dirumah” katanya mengagetkanku, bahkan hanya ucapan seperti ini mampu membuat jantungku berdegup lebih kencang. “kenapa melihatku seperti itu? Aku tahu aku cantik Just?” damn, she realized that i’m looking at her. Kalimatnya diakhiri dengan tawa, tawa yang selalu mampu membuatku tersenyum. Ya, dia memang cantik. Aku tak bisa berkata apapun dan tak tahu harus berkata apa.
“yes, i know right” aku menambahkannya dengan tawa canggung.
The sun comes up on another morning
My mind never wakes up without you on it
And it's crazy to me, I even see you in my dreams
Is this meant to be? Could this be happening to me?
            Kutulis kata-kata itu dalam selembar kertas, awalnya aku akan melanjutkannya tapi kulipat kertas itu dan mengantongi pulpenku saat Sadie masuk menghampiriku di ruang makan. Kami memang sudah terbiasa menganggap rumah satu sama lain seperti rumah sendiri.
“hey Justin, hey tante” sapanya saat ia masuk kedalam ruang makan. Kami berdua membalasnya dengan senyuman.
“Sadie, silahkan duduk. Kita makan siang bersama” ucap mom yang memang sedang menyiapkan lunch untuk kami, daging panggang dengan saus kacang.
“aah wangi sekali tante, kelihatannya enak” Sadie mengenduskan hidungnya menghirup wangi daging yang dilumuri saus saat mom membawa dagingnya ke meja makan. Ekspresinya terlihat begitu senang saat menyambut makan-_-
“nah ayo makan” kata mom sambil duduk, lalu menyiapkan piring makan untuk Sadie, ia memang sejak dulu ingin anak perempuan, jadi beruntunglah aku bisa dekat dengannya.
            Kami makan sepuasnya hingga habis, Sadie makan dengan lahap, aku juga. Dan dia terlihat sangat cantik saat saus menetes dari dagunya, bahkan aku hampir tersedak. Kami semua selesai makan, mom mengajak kami untuk menonton film yang bergenre romantic, aku tak terlalu suka tapi ya, aku ikut saja. Kuakui adegan-adegan dalam film itu memang romantis, apalagi lelakinya yang selalu berlaku romantis, tapi aku bisa lebih dari itu. Berkali-kali Sadie dan mom ber-aw-ria saat melihat keromantisan lelaki itu.
“Hmmh... kapan ya aku punya pacar romantis seperti itu” Sadie berakting sedih seperti meratapi nasibnya, bukan berakting tapi kurasa itu memang ekspresi nyatanya.
“siapa yang tak mau dengan gadis cantik sepertimu Sadie?” mom menggodanya, membuat ia tertawa kecil sementara aku memutar bola mataku.
“tunggu sampai aku menyatakan cintaku” ucapku asal. Kelepasan!!!!
“haha Justin kau lucu, eh aku pulang tante, sepertinya mom sudah datang, terimakasih, bye Justin” pamitnya sambil menjulurkan lidahnya, aku suka melihat ekspresi cerianya. Akan indah jika kami tetap bersahabat, tapi aku tak bisa terus menerus memendam rasaku.
“kapan kau akan menyatakannya?” giliran mom menggodaku, ya kurasa dia memang sudah tahu apa yang kurasakan. “i don’t know” jawabku sambil berlalu menuju kamar. Kuambil kertas dan pulpen tadi yang kukantongi.
We were best of friends since we were this high
So why do I get nervous every time you walk by
We would be on the phone all day
Now I can't find the words to say to you
Now what I'm supposed to do

Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
            Aku rasa wajar anak seumuran kami merasakan yang namanya jatuh cinta, ya itu sangat wajar malah. Sekarang tinggal mencari timing dan keberanianku untuk menyatakan rasa itu padanya. Aku berjalan menuju jendela kamar, kulihat ia juga sedang duduk disana meghadap keluar, Sadie melambaikan tangan padaku lalu aku membalasnya.
Langkahku menuntunku menuju cermin, aku berdiri mematung disana. Sekarang bagaimana mempraktikkannya? ‘Hey Sadie, kau cantik, kau tahu aku menyimpan perasaan padamu sejak lima tahun lalu, maukah menjadi pacarku?’ konyol! Okay, let’s trying!
‘Hey Sadie, aku tahu ini terdengar gila, tapi aku mau menyatakan yang sebenarnya, jadi sebenarnya aku memiliki rasa yang berbeda sejak lima tahun lalu, sejak kejadian ice skating itu, aku rasa perasaanku sudah melebihi dari rasa seorang sahabat. Aku mencintaimu, okay tunggu! Aku tak mau merusak persahabatan kita, aku tak butuh jawaban’ well done, it was great! Sayangnya ak tahu aku akan gugup dihadapannya.
Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings

Should I tell her, how I really feel
Or should I moving closer just be still
How would I know?
Cause if I take a chance, and I touch her hand
Will everything change?
How do I know, if she feels the same?

Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Catching feelings, catching feelings....
            Okay Justin kapan kau akan mengatakan padanyaaa?  Aku mengambil sebuah buku besar mungkin ukuran A4, kutuliskan sebuah kalimat diatas kertas putih itu “MEET ME IN THE POURING SNOW TOMORROW!” yang kutahu besok sabtu dan ramalannya besok akan ada hujan salju. Aku berjalan menuju jendela, Sadie masih disana memandangi setiap salju yang menjadi gundukan. Aku melambaikan tanganku dulu, barulah Sadie melihatku lalu ku tunjukkan kertas tadi, awalnya ia menaikkan alisnya pertanda ia kebingungan, namun tak lama ia mengangguk menyetujuinya.
Okay jadi malam ini aku bermain gitar sepuasnya, berusaha menghilangkan rasa nervous ku sepenuhnya, yang memenuhi pikiranku saat ini adalah Sadie Sadie dan Sadie.
Well malamnya aku insomnia, aku hanya bisa tidur tiga jam semalam dan sekarang aku sudah bersiap menyambut hujan salju. Setelah selesai mandi aku mengenakan tshirt berwarna abu yang dilapisi mantel tebal bertopi, juga dengan jeans favoritku. Tepat saat hujan salju, aku melihat Sadie berdiri didalam kamarnya, menghadapku, menanyakan ‘apakah harus sekarang?’ dan aku mengangguk.
Aku langsung turun dengan membawa gitarku.
“Mom wish me luck!” aku teriak saat menuju pintu depan, kuyakin ekspresinya kaget bercampur senang dan bangga-_-
            Kulihat Sadie sudah berdiri di perbatasan rumah kami, ia mengenakan mantel tebal berbulu, skinny jeans, boot, syal dan sarung tangan bertemakan santa claus, hadiah ulang tahunnya dariku tiga tahun lalu.
“Justin what will you doing?” tanyanya dengan ekspresi kebingungan, salju mulai turun, daripada tambah deras jadi kupikir aku harus memulainya sekarang, dengan hati berdegup kencang.
The sun comes up on another morning
My mind never wakes up without you on it
And it's crazy to me, I even see you in my dreams
Is this meant to be? Could this be happening to me?

We were best of friends since we were this high
So why do I get nervous every time you walk by
We would be on the phone all day
Now I can't find the words to say to you
Now what I'm supposed to do

Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings

In my head we're already together
I'm cool alone, but with you I'm better
I just wanna see you smile
You say the word and I'll be right there
I ain't never going nowhere

I'm just trying to see where this can take us
Cause everything about you girl is so contagious
I think I finally got it done
Now it's left to do now, lets get out the mirror
And say it to her

Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings

Should I tell her, how I really feel
Or should I moving closer just be still
How would I know?
Cause if I take a chance, and I touch her hand
Will everything change?
How do I know, if she feels the same?

Could there be a possibility
I'm trying to say what's up
Cause I'm made for you, and you for me
Baby now is time for us
Shall I give it all together
But enough is enough
They say we're too young for love
But I'm catching feelings, catching feelings
Catching feelings, catching feelings....

            Sadie memasang ekspresi bingungnya saat aku mengakhiri lagu, aku tahu dia kebingungan atas isi lagu yang kusampaikan tadi.
“Sadie, i know this sounds crazy, but i want you to know that i love you! I’ve been loving you since five years ago! It’s up to you if you wanna answer it or no! I love you Sadie!” aku setengah berteriak mencoba menerobos kencangnya angin. Dari ekspresi wajahnya aku tahu Sadie benar-benar tak menyangka atas semua ini. Mungkin setelah semua ini dia akan menjauh dariku atau apalah. Daripada berdiam disini –karena kupikir semuanya sudah selesai- jadi aku berjalan kembali menuju rumah, awalnya ia hanya diam tapi akhirnya Sadie menarik tanganku membuatku terbalik. Hal yang tak kuduga, Sadie langsung memelukku.
“now i know the reason why did i don’t have a boyfriend. That’s because of you! I just realized that you are the one in my mind and you are the one who makes me smile. I love you too” ucapan yang benar-benar tak kuduga itu keluar dari mulut Sadie, tanpa basa-basi aku langsung balas memeluknya. Akhirnya penantianku berbuah sempurna. I love you Sadie!